Gerak Gerik Si Mobil Unik Pelipur Lapar
- Nanda Aulia Rachman
- Jan 30, 2016
- 4 min read
First published at Radar Bekasi, 18th December 2015

Corak hitam putiih dan cat jingga yang menyelimuti badannya terlihat mencolok dari jauh. Sorak sorai tawa terdengar senyap, kalah dengan hingar bingarnya lalu lintas malam itu. Siapa sangka, mobil combi yang terlihat mentereng itu menimbun banyak susu didalamnya. “Cucukombi nih” gumam seorang temanku.
Tiga bulan yang lalu, Dimas Wicaksono dan Jodi Fajar Prakoso berinisiatif membuka usaha susu keliling ini. Mobil Volkswagen Combi keluaran 1981 disulap menjadi sebuah mesin pencari uang. Volkswagen itu kini berwarna jingga dan bercorak hitam putih ala sapi perah. Tak hanya CucuKombi, foodtruck lainnnya sudah menjamur di kawasan sekitar ibukota. Sejak perkembangan awalnya pada tahun 2013, tren bisnis ini telah memberikan sebuah warna baru bagi belantika pilihan makanan kaum urban di Ibukota.
“Foodtruck mempunyai konsep yang unik dan pengemasan yang berbeda, namun dengan komoditi yang tak jauh berbeda.” Jelas Widyono Soetjipto, dosen Fakultas Ekonomi UI. Yang kerap kali menikmati jajaan foodtruck yang mampir di kampusnya.
Dimas Wicaksono sendiri tadinya adalah seorang IT Support di salah satu perusahaan pengiriman barang transnasional. Kecintaannya terhadap susu sejak kecil mendorongnya terjun di bisnis ini. Bukan hanya karena itu, akses luas terhadap keberadaan susu segar yang disediakan temannya menjadi salah satu pemicu juga. “Susu itu sehat, gua disini ga cuman asal jualan tapi pengen edukasi dan sosialisasi orang buat suka minum susu.” Jelas Dimas.
Susu dianggapnya sebagai sebuah medium untuk membuat orang orang untuk duduk santai, menghabiskan waktu bersama. Oleh karena itu dia dan Jodi ingin membuat Cucukombi senyaman mungkin. “Jadi konsepnya tuh mau dibikin tongkrongan, jadi gua bikinnya (tenda) pake banyak lampu neon warna warni dan mejanya bunder gitu, jadi bakal lebih enak buat ngobrol.” Tak hanya itu, live music pun akan disediakan DImas.” Nantinya para pengunjung dapat ikut free jamming” tutur pemuda kelahiran 25 tahun yang lalu..
Konsep unik tak hanya diterapkan pada produk dan fasilitas mereka tetapi pada strategi penjualan dan pemasaran juga. Perkembangan foodtruck di Jabodetabek sendiri tak lepas dari peran media sosial. Sebagai masyarakat urban yang digital natives. Penggunaan media sosial diakui sangat efektif untuk menghemat pengeluaran untuk pencitraan dan promosi dibanding cara konvensional. Media sosial seperti Twitter, Facebook dan Path, kerap kali digunakan untuk memberitahukan informasi baru seperti, lokasi, makanan hari itu, dll.

Bentuk mobil dan konsep penyajian makanan yang beragam dan unik merupakan salah satu bentuk konkrit dari pembentukan citra. Corak hitam putih di foodtruck CucuKombi menegaskan komitmennya menyediakan susu sapi segar, sedangkan warna jingga dipilih karena ia merupakan warna yang menarik perhatian dan mencolok. Selain pembentukan citra, lokasi dan trayek berjualan merupakan sebuah strategi tersendiri bagi praktisi. Dimas mengakui bahwa dia bersama timnya yang terdiri dari tiga orang lainnya, mengelilingi kampus kampus di sekitaran Depok sejak siang hari, baru pada malamnya ia menetap di ujung jalan Margonda Raya. “sekarang kita sering ikut ikut festival foodtruck gitu, terakhir di Kuningan kemarin.”
Banyaknya festival seperti itu, menurut Dimas, sangat membantu mereka dari segi penjualan dan promosi. Strength In Numbers, itulah yang ditekankan Dimas.”Foodtruck lain kita ga anggap sebagai saingan, tapi temen kita. Ketika kita kumpul di festival, banyak kenalan baru dan orang orang semakin banyak datang ke stand kita karena kelihatannya ramai gitu.”
Walaupun dengan konsep baru dan unik, tetap saja bisnis yang terbilang baru ini perlu keseriusan yang jauh lebih besar dibandingkan usaha lain, ungkap Widyono saat ditemui di kantornya. Jika dibandingkan dengan Los Angeles, kota dengan foodtruck terbanyak di Amerika, infrastruktur dan peraturan pemerintah yang jelas mendukung keberadaan mereka. Di Indonesia, izin untuk mendirikan foodtruck masih rancu adanya. Banyak izin yang diurus seperti izin kesehatan,mobil toko, halal, keselamatan kerja dan masih banyak lagi. Infrastruktur seperti jalan, tidak mendukung kegiatan operasionalnya. Ukuran jalan yang berbeda beda serta keramaian lalu lintas di Jabodetabek tidak mendukung. Demografis masyarakat yang heterogen memang merupakan pasar yang potensial, namun hal ini tidak diikuti oleh daya beli masyarakat Indonesia yang mayoritas masih kecil.
Foodtruck masih mempunyai stigma buruk sebagai makanan menengah atas. Padahal niatan mereka adalah menyediakan makanan kualitas baik seperti di restoran dengan harga yang lebih terjangkau. “Untuk persaingan bisnis makanan, foodtruck harus membangun niche-nya tersendiri. Target pasarnya harus lebih disegmentasi lagi, jangan hanya kaum muda dan Urban, karena masih banyak potensi yang belum tergali di target lain, ujar Widyono. Diakui Widyono, foodtruck di sini lebih condong sebagai pengukuhan gaya hidup.
Pengalaman komunal, ingin merasakan pengalaman yang sedang tren. Narsisme dan eksistensi maya. Segala kebaruan yang sedang naik daun, maka disana kaum urban berlomba-lomba mengejarnya. Dimas mengakui bahwa orang seringkali datang hanya untuk mencoba atau ingin merasakan susunya yang tergolong baru di Jabodetabek. “mereka kebanyakan datang karena word of mouth dan tahu dari media sosial juga. Katanya penasaran mau nyobain (cucu) Yuhu.”Jelas Dimas sambil bersengir sengir.
Namun, pada dasarnya mereka semua hanyalah orang orang yang ingin mengantri, memesan dan menikmati makanannya. Tak lebih dan tak kurang, untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka atas makanan. Dibalik segala konsep unik dan tetekbengek yang menjemukkan, hanya ada mereka yang sederhana dan dapat menenangkan jiwa dan raga.

Comments